Tragedi Jembatan Gantung (1992)

Malam Minggu yang kelabu, padahal waktu itu hujan tidak turun, namun sinar rembulan agak redup karena terhalangi awan.
Saat itu perjalanan malam pada Pelantikan Bantara siap dimulai. Masing-masing post telah diisi penguji, termasuk aku sendiri sebagai pengujinya, walau seorang Alumnus jebolan Madrasah Aliyah Yayasan Pendidikan Kalangsari Cijulang, karena justru yang mengadakan Pelantikan Bantaranya pun MA YPK Cijulang itu sendiri.
Entah kenapa waktu itu diriku begitu murung, gundah dan galau. Ternyata itu sebuah firasat diriku.

Singkat cerita, malam pun semakin larut begitu saja, tak terasa perjalanan para peserta calon Penegak Bantara sudah sampai di Pintu Gerbang jalan ke Batukaras. Kemudian semuanya kumpul di sana.
Selanjutnya perjalan kedua kalinya siap dilaksanakan (dari Pintu Gerbang menuju ke Pangkalan MA YPK Cijulang), aku ditunjuk menunggu di dangau Jembatan Gantung.
Sebelum kakiku melangkah, terdengar suara lembut menyapaku, diriku sempat melihatnya, ternyata tak salah lagi, yakni sesosok tubuh makhluk manis yang selalu kupuja.
Aku berjalan berdua buat sementara, sehingga akhirnya sampai di tempat yang telah ditentukan. Aku sempat bercanda dengannya, namun tak lama kemudian datanng seorang Pembina titel KBL-Penggalang -yang pernah membinaku selama aku masih duduk di bangku MA YPK Cijulang.
Semenjak datangnya Pembina itu ke Postku di Jembatan Gantung, aku tak bisa berbuat apa-apa, alias tak berkutik, bahkan dia pun alih candanya dengan beliau, selanjutnya aku tak tahu apa yang sedang dilakukannya, karena aku... yakh... begitulah (bukannya syu’dzan, ternyata Pembina yang selalu aku segani bermolar bejat)
Saat itu pula aku cuma bisa termenung... dan termenung melawan sepinya malam sambil menghayati suara cengkerik hantu (Cihcir kata Nenek Moyang).
Sudah akh...!!! Aku tak bisa melanjutkan kisah ini, ngeri...!!! (Double Delta Alva Nensi)